Friday, November 5, 2010
Beberapa PKP2B yang ada di Kalimantan Selatan diantaranya adalah
PT. Arutmin Indonesia
PT. Adaro
PT. Jorong Barutama Greston
PT. Borneo Indobara
PT. Wahana Baratama Mining
PT. Antam Gunung Meratus

Pemerintah dan Perusahaan Batubara Kompromi
Harian Investor Daily, 13/08/2008 21:33:05 WIB
Oleh Happy Amanda Amalia dan Toidin Bintarnyo

JAKARTA, Investor Daily – Pemerintah akan mencari mekanisme agar
perusahaan pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara (PKP2B) generasi pertama memperoleh perlakuan khusus dari
Peraturan Pemerintah No 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa
Tidak Kena Pajak Pertambahan Nilai.Sengketa pemerintah versus
perusahaan batubara diharapkan mencapai kompromi setelah terbit
formula sistem penggantian (reimbursement) yang disepakati para pihak.

Perusahaan pemilik PKP2B generasi pertama telah memahami hak dan
kewajiban perusahaan sesuai dengan kontrak. Demikian pula sebaliknya.
Melalui mediasi diharapkan penyelesaian damai atas sengketa ini dapat
tuntas pekan ini.

Demikian diutarakan Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen
ESDM Bambang Setiawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Muhammad Lutfi, dan Ketua Tim Penyelesaian Sengketa Batubara Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Afif Kusumo di sela
Konferensi & Pameran Indo-Mining and Energy 2008 di Jakarta, Selasa
(12/8).

Sebelumnya, enam perusahaan pemegang izin PKP2B, yaitu PT Kaltim Prima
Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Berau Coal, PT Adaro Indonesia, PT
Kideco Jaya Agung, dan PT Kendilo Coal Indonesia telah menahan royalti
selama 2001-2007 sebesar Rp 7 triliun. Mereka tidak mau melunasi
royalti, sebelum pemerintah membayar biaya yang ditalangkan untuk
membayar pajak pertambahan nilai (PPN).

Di sisi lain, Departemen keuangan menilai, restitusi PPN tidak bisa
dijadikan alasan untuk menahan royalti kepada negara. Terlebih lagi,
pemerintah tidak memiliki utang pembayaran restitusi PPN batubara
kepada perusahaan PKP2B generasi pertama.

Bambang mengungkapkan, selain enam perusahaan, terdapat belasan
perusahaan pemegang PKP2B generasi pertama lainnya mendapat sistem
pajak lex specialist. Sesuai ketentuan yang dinyatakan dalam pasal
11.3 PKP2B, mereka hanya membayar pajak yang tercantum dalam kontrak.
"Jadi kalau ada pajak setelah itu, mereka tidak mengikuti, termasuk
pajak perseroan mereka tetap membayar 45%, kendati sekarang hanya
30%," ujarnya.

Dia menambahkan, upaya peninjauan kembali PP No 144/2000 telah
dilakukan Menteri Keuangan (saat itu) M Jusuf Anwar kepada Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Jusuf ketika itu meminta pemerintah
menyiapkan mekanisme reimbusement bagi restitusi PPN yang diminta
pemilik PKP2B generasi pertama. "Ini menunjukkan pemerintah serius
menagih," ujar Bambang.

Di sisi lain, pemerintah, kata dia, telah memperingatkan kepada
perusahaan terkait untuk tidak mengaitkan antara royalti dan pajak.

Namun, atas saran Badan Pemeriksa Keuangan, lanjut Bambang, masalah
tersebut diserahkan kepada Panitia Usaha Piutang Negara (PUPN) untuk
melakukan penagihan.

Herman Afif Kusumo mengaku, pihaknya tengah mempersiapkan
langkah-langkah untuk mediasi dengan pemerintah. Tim akan berpijak
pada kontrak PKP2B generasi pertama, yakni semua harus saling mematuhi
baik dari sisi pengusaha maupun pemerintah.

"Isi kontrak PKP2B generasi pertama sangat rumit, jadi harus
berhati-hati jangan sampai pengusaha dipersalahkan begitu saja. Tugas
kami mendamaikan dan mendorong agar dana yang wajib disetorkan segera
terealisir," ujarnya.

Ketika ditanyakan mengenai ketidakjelasan angka yang harus dibayar
pengusaha batubara, Herman mengatakan, hal tersebut perlu diverifikasi
terlebih dahulu karena menyangkut prinsip keadilan.

"Negara juga sebetulnya harus bertindak sebagai pembina bukan malah
bertindak sebagai aparat yang menekan. Sebetulnya sebagian royalti
sudah dibayarkan. Yang mereka tahan itu dana pengembangan
batubaranya," tambahnya.

Muhamad Lutfi menambahkan, pengusaha pemegang izin PKP2B menghargai
kontrak dan menyadari kewajibannya. Departemen ESDM dan BKPM akan
mencari solusi agar menguntungkan semua pihak.

Lutfi mencontohkan, undang -undang fiskal memakai pola nail down.
Artinya, apa pun yang terjadi pemegang izin PKP2B generasi pertama
membayar sesuai kondisi yang ditandatangani saat itu.

"Rate PPH badan mereka sebelumnya 45%, sekarang 30% bahkan mau turun
27% dan 25%. Namun, mereka tetap bayar 45%, artinya keadaan membaik
atau memburuk mereka tetap membayar sesuai keadaan pada saat kontrak
ditandatangani," jelas Lutfi. (c122)

Sumber: http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=881

--
Powered by Telkomsel BlackBerry® & Nokia E71

Artikel Lainnya

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungannya

Mobile

Kategori

INFO THIS SITE

RSSMicro FeedRank Results My Ping in TotalPing.com

Page Rank Check

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Counter


live stats GoStats.com — Free hit counters Ping your blog, website, or RSS feed for Free