Monday, June 21, 2010
3:09 PM | Diposkan oleh
Unknown
Kemungkinan Alih Status PETI Jadi Pertambangan Skala Kecil
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Sumber Daya Geologi, Danny Z Herman, Penyelidik Bumi Madya dan Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi, memberikan solusi alternatif, kalau pertambangan tanpa izin (PETI) dapat dijadikan pertambangan skala kecil.
Berikut analisisnya ke awak redaksi ; Kegiatan usaha pertambangan tanpa izin (PETI) secara substansial menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah-wilayah tersebut, kebanyakan operasi penambangan menimbulkan kerusakan lingkungan atau tata ruang penggunaan lahan, serta mengabaikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Hingga saat ini pertumbuhan PETI semakin berkembang tidak saja terhadap bahan galian emas tetapi juga batubara, bahkan dilakukan di sekeliling wilayah-wilayah pertambangan resmi berskala besar. Sehingga mengakibatkan terjadinya konflik dengan para pemegang izin usaha pertambangan tersebut.
Perkembangan PETI sudah mencapai tahap yang cukup mengkhawatirkan karena juga menimbulkan tumbuhnya perdagangan produk pertambangan di pasar-pasar gelap (black market trading), yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap penghindaran pajak resmi penjualan produk pertambangan.
Mengantisipasi kemungkinan peningkatan dampak negatif di masa mendatang dari keberadaan PETI, seyogyanya Pemerintah Pusat melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan upaya penerapan kebijakan yang tepat untuk mengubah status pertambangan itu, menjadi pertambangan resmi berskala kecil.
Diperlukan pembuatan kebijakan yang baru atau memodifikasi produk hukum lama, melalui upaya analisis atau sintesis terhadap peraturan tentang pertambangan skala kecil. Pertambangan skala kecil hendaknya berorientasi kepada perekonomian masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah pertambangan, serta yang terpenting memberikan kontribusi kepada kepentingan pembangunan sosial ekonomi, khususnya daerah otonom dan pada gilirannya berpengaruh secara nasional.
Sejarah kerja pertambangan
Dokumen kuno berbahasa Sansakerta yang disadur data dari Pemerintah Kolonial Belanda melaporkan, pertambangan emas berskala kecil telah berkembang di wilayah-wilayah mineralisasi bahan galian di Sumatera sejak abad ke 17. Bukti-bukti kegiatan ditemukan berupa peninggalan bekas-bekas tambang emas aluvial, lubang-lubang tambang (tunnels), penggalian, shafts, dan sluices.
Sementara di Kalbar pertambangan emas telah dilakukan sejak zaman Hindu, wilayah pertambangan dikenal sebagai Distrik China dan telah mengalami peningkatan pada periode abad ke 14-18.
Sejak abad ke 7 pertambangan skala kecil juga telah dilakukan untuk bahan galian intan pada endapan-endapan aluvial di Kalimantan. Pada mulanya usaha ini merupakan kegiatan kelompok-kelompok keluarga masyarakat setempat, tetapi karena peningkatan perolehan bahan galian tersebut, Pemerintah Belanda mengupayakan ditingkatkan untuk pertambangan skala besar.
Walaupun dilaporkan secara tidak lengkap, tercatat bahwa peningkatan kegiatan pertambangan berlangsung mulai abad ke 18. Dalam perjalanannya dari masa 350 tahun pendudukan Pemerintah Kolonial Belanda hingga setelah kemerdekaan Indonesia, usaha pertambangan berskala besar dilakukan secara terbatas terutama untuk bahan galian emas, batubara dan timah.
Sedangkan pertambangan berskala kecil mengalami perkembangan signifikan sejalan dengan peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat. Usaha pertambangan skala kecil (terutama untuk bahan galian emas) menjadi tidak terkendali hingga tahun 1996, dikenal sebagai pertambangan emas tanpa izin atau PETI yang cenderung terutama menimbulkan kerusakan lingkungan.
Pertambangan tanpa izin (PETI) dapat diartikan sebagai usaha pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi aturan atau ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah.
Pertambangan Skala Kecil menurut Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 2002.K/20/MPE/1998, Nomor : 151A Tahun 1998, Nomor : 23/SKB/M/XII/1998, dan lain-lain.
Pada mulanya pertambangan tanpa izin di hampir sebagian besar wilayah Negara Indonesia dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang, sebagai usaha tambahan di daerah-daerah yang diyakini berpotensi mengandung bahan galian intan, emas, dan timah.
Kebutuhan ekonomi yang makin meningkat dan hasil usaha tambang yang diperkirakan dapat memberikan harapan kehidupan lebih baik, membuat pelaku-pelaku penambangan mengalihkan usaha sekunder ini menjadi usaha utama.
Terdapat beberapa faktor yang kemungkinan besar memengaruhi berkembangnya pertumbuhan PETI, di antaranya : Usaha tersebut telah berjalan cukup lama secara turun temurun, sehingga menimbulkan anggapan bahwa lahan pertambangan merupakan warisan yang tidak memerlukan izin usaha.
Modal usaha relatif kecil dan pelaksanaan penambangan dilakukan secara sederhana/tradisional tanpa menggunakan peralatan berteknologi tinggi.
Keterbatasan keahlian pelaku usaha dan sempitnya lapangan kerja, menyebabkan usaha pertambangan ini menjadi pilihan utama.
Kemudahan pemasaran produk bahan galian.
Lemahnya pemahaman pelaku usaha PETI terhadap hukum/peraturan pertambangan.
Pelaku usaha beranggapan bahwa prosedur pengurusan izin usaha pertambangan melalui jalur birokrasi yang rumit dan memerlukan waktu panjang, sehingga cenderung menimbulkan biaya tinggi.
Upaya pengendalian
Dalam mengantisipasi perkembangan yang tidak terkendali dari pertambangan tanpa izin (PETI), pemerintah membuat UU 11/1967 yang berkaitan dengan upaya penghentian semua usaha pertambangan tersebut, dengan pengecualian dapat melanjutkan usahanya apabila berstatus Pertambangan Rakyat untuk bahan galian intan, dan Tambang Tradisional untuk bahan galian emas.
Perkembangan PETI mencapai tingkat yang mengkhawatirkan ketika terjadi krisis ekonomi global pada tahun 1997, ditunjukkan beragamnya bahan galian yang diusahakan terutama dari jenis-jenis yang relatif mudah dipasarkan dan karena alasan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Usaha pertambangan terhadap jenis bahan galian apapun bertujuan terutama untuk memperoleh nilai ekonomi dari bahan galian yang diusahakan. Berkaitan dengan pertambangan tanpa izin (PETI), teridentifikasi bahwa parameter utama dari konsep usaha pertambangannya adalah :
Bahan galian yang dijadikan sasaran penambangan merupakan komoditi pilihan yang tidak memerlukan teknologi penambangan yang rumit dan juga mudah dipasarkan.
Besarnya kuantitas sumber daya atau cadangan bahan galian yang ditemukan mungkin bukan menjadi faktor penentu sepanjang bahan galian tersebut memberikan harapan kelangsungan kebutuhan ekonomi khususnya para pelaku usaha pertambangan dan umumnya masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Keberadaan PETI dapat menciptakan dampak positif seperti : menciptakan lapangan kerja yang mendukung usaha pertambangan dan peningkatan ekonomi khususnya di sekitar wilayah pertambangan; meskipun berkonotasi tidak resmi atau ilegal dan tidak menjamin kesinambungan keberadaannya.
Sementara perkembangan PETI yang tidak terkendali akan menimbulkan dampak negatif, diantaranya : Kerusakan lingkungan sebagai akibat lemahnya penguasaan teknik penambangan dan pengolahan bahan galian, keterbatasan penguasaan metoda penanganan limbah tambang, lemahnya pemahaman tentang reklamas,i dan perlindungan terhadap lingkungan wilayah pertambangan.
Praktik bank gelap berbunga tinggi oleh pemilik modal ilegal, pada kasus dimana pelaku usaha PETI tidak memiliki modal dan atau kehabisan modal usaha.
Praktik monopoli perdagangan gelap, sebagai akibat penerapan sistem penanaman modal perorangan yang berorientasi kepada cara jaminan produk pertambangan sebagai alat pembayaran pinjaman modal usaha.
Pelanggaran terhadap sistem perpajakan resmi sebagai akibat penghindaran pajak penjualan produk pertambangan.
Pengabaian terhadap perlindungan kesehatan, sebagai akibat lemahnya pengetahuan tentang penggunaan zat atau bahan kimia tertentu yang mengandung racun/pencemar untuk pengolahan bahan galian tertentu (terutama logam) dan antisipasi kemungkinan pengaruhnya bagi kesehatan.
Kemungkinan gangguan keamanan, sebagai konsekwensi logis dari perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah PETI. Dengan dasar semua informasi di atas maka status usaha pertambangan tradisional (tanpa izin) seharusnya ditingkatkan menjadi usaha pertambangan skala kecil berizin resmi.
Langkah-langkah pendekatannya untuk itu :
1. Rasionalisasi, yaitu upaya untuk mengantisipasi dampak negatif dari pertambangan dengan munculnya pasar perdagangan gelap dan kerusakan lingkungan; sementara dari segi positif adalah penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat dari hasil penjualan produk pertambangan.
2. Pengaturan pengembangan pertambangan skala kecil, melalui pengujian penerapan peraturan pertambangan di daerah otonom dalam mendukung tujuan nasional. Secara keseluruhan peraturan mengakomodir penambangan bahan galian untuk tujuan komersil dan perorangan, dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan pemanfaatan bahan galian tersebut oleh pemilik lahan.
3. Peraturan tentang lingkungan. Pengajuan usaha pertambangan skala kecil harus menyertakan rencana perlindungan terhadap lingkungan dan disyahkan sebelum surat izin usaha dikeluarkan; apabila perlu mencantumkan ketentuan tentang penyisihan dana untuk penanggulangan kerusakan lingkungan dan pegenaan pajak untuk rehabilitasi daerah-daerah bekas penambangan.
3. Keselamatan kerja dan kesehatan, melalui upaya penerapan peraturan umum tentang keselamatan kerja dan penjagaan kesehatan selama melakukan usaha pertambangan.
4. Pemasaran, melalui upaya pengawasan pemerintah daerah terhadap penjualan atau izin perdagangan produk pertambangan sebagai bagian dari usaha pertambangan.
5. Penerapan sangsi terhadap pemegang izin usaha atau pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan, berkisar dari pembatalan izin usaha hingga hukuman denda/penjara.
6. Penerapan sistim pemberian izin. Berdasarkan strata atau kedalaman penambangan, pengaturan izin usaha kelompok atau asosiasi atau kemiteraan, jenis atau nama bahan galian, pemberian izin terpisah dan tunggal, sistim nasional atau otonomi.
7. Ketentuan lain yang terdiri atas lama berlaku izin usaha, luas wilayah pertambangan dan pemindahan kepemilikan.
Upaya pengalihan status PETI menjadi pertambangan skala kecil berizin resmi seyogyanya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pemberian izin dari pemerintah pusat/daerah yang melibatkan prosedur birokrasi sederhana dan biaya terjangkau, penataan kembali kemitraan usaha yang juga perlu melibatkan unsur pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sebagai penyandang dana dan penyedia peralatan penambangan, pembinaan keterampilan pelaku penambangan hingga pengawasan pemasaran produk pertambangan.
Usaha pertambangan skala kecil harus berorientasi kepada keekonomian masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah pertambangan, serta yang terpenting memberikan kontribusi kepada kepentingan pembangunan sosial ekonomi khususnya daerah otonom dan pada gilirannya berpengaruh secara nasional. (bdu)
Sumber
Berikut analisisnya ke awak redaksi ; Kegiatan usaha pertambangan tanpa izin (PETI) secara substansial menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah-wilayah tersebut, kebanyakan operasi penambangan menimbulkan kerusakan lingkungan atau tata ruang penggunaan lahan, serta mengabaikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Hingga saat ini pertumbuhan PETI semakin berkembang tidak saja terhadap bahan galian emas tetapi juga batubara, bahkan dilakukan di sekeliling wilayah-wilayah pertambangan resmi berskala besar. Sehingga mengakibatkan terjadinya konflik dengan para pemegang izin usaha pertambangan tersebut.
Perkembangan PETI sudah mencapai tahap yang cukup mengkhawatirkan karena juga menimbulkan tumbuhnya perdagangan produk pertambangan di pasar-pasar gelap (black market trading), yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap penghindaran pajak resmi penjualan produk pertambangan.
Mengantisipasi kemungkinan peningkatan dampak negatif di masa mendatang dari keberadaan PETI, seyogyanya Pemerintah Pusat melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan upaya penerapan kebijakan yang tepat untuk mengubah status pertambangan itu, menjadi pertambangan resmi berskala kecil.
Diperlukan pembuatan kebijakan yang baru atau memodifikasi produk hukum lama, melalui upaya analisis atau sintesis terhadap peraturan tentang pertambangan skala kecil. Pertambangan skala kecil hendaknya berorientasi kepada perekonomian masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah pertambangan, serta yang terpenting memberikan kontribusi kepada kepentingan pembangunan sosial ekonomi, khususnya daerah otonom dan pada gilirannya berpengaruh secara nasional.
Sejarah kerja pertambangan
Dokumen kuno berbahasa Sansakerta yang disadur data dari Pemerintah Kolonial Belanda melaporkan, pertambangan emas berskala kecil telah berkembang di wilayah-wilayah mineralisasi bahan galian di Sumatera sejak abad ke 17. Bukti-bukti kegiatan ditemukan berupa peninggalan bekas-bekas tambang emas aluvial, lubang-lubang tambang (tunnels), penggalian, shafts, dan sluices.
Sementara di Kalbar pertambangan emas telah dilakukan sejak zaman Hindu, wilayah pertambangan dikenal sebagai Distrik China dan telah mengalami peningkatan pada periode abad ke 14-18.
Sejak abad ke 7 pertambangan skala kecil juga telah dilakukan untuk bahan galian intan pada endapan-endapan aluvial di Kalimantan. Pada mulanya usaha ini merupakan kegiatan kelompok-kelompok keluarga masyarakat setempat, tetapi karena peningkatan perolehan bahan galian tersebut, Pemerintah Belanda mengupayakan ditingkatkan untuk pertambangan skala besar.
Walaupun dilaporkan secara tidak lengkap, tercatat bahwa peningkatan kegiatan pertambangan berlangsung mulai abad ke 18. Dalam perjalanannya dari masa 350 tahun pendudukan Pemerintah Kolonial Belanda hingga setelah kemerdekaan Indonesia, usaha pertambangan berskala besar dilakukan secara terbatas terutama untuk bahan galian emas, batubara dan timah.
Sedangkan pertambangan berskala kecil mengalami perkembangan signifikan sejalan dengan peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat. Usaha pertambangan skala kecil (terutama untuk bahan galian emas) menjadi tidak terkendali hingga tahun 1996, dikenal sebagai pertambangan emas tanpa izin atau PETI yang cenderung terutama menimbulkan kerusakan lingkungan.
Pertambangan tanpa izin (PETI) dapat diartikan sebagai usaha pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi aturan atau ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah.
Pertambangan Skala Kecil menurut Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 2002.K/20/MPE/1998, Nomor : 151A Tahun 1998, Nomor : 23/SKB/M/XII/1998, dan lain-lain.
Pada mulanya pertambangan tanpa izin di hampir sebagian besar wilayah Negara Indonesia dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang, sebagai usaha tambahan di daerah-daerah yang diyakini berpotensi mengandung bahan galian intan, emas, dan timah.
Kebutuhan ekonomi yang makin meningkat dan hasil usaha tambang yang diperkirakan dapat memberikan harapan kehidupan lebih baik, membuat pelaku-pelaku penambangan mengalihkan usaha sekunder ini menjadi usaha utama.
Terdapat beberapa faktor yang kemungkinan besar memengaruhi berkembangnya pertumbuhan PETI, di antaranya : Usaha tersebut telah berjalan cukup lama secara turun temurun, sehingga menimbulkan anggapan bahwa lahan pertambangan merupakan warisan yang tidak memerlukan izin usaha.
Modal usaha relatif kecil dan pelaksanaan penambangan dilakukan secara sederhana/tradisional tanpa menggunakan peralatan berteknologi tinggi.
Keterbatasan keahlian pelaku usaha dan sempitnya lapangan kerja, menyebabkan usaha pertambangan ini menjadi pilihan utama.
Kemudahan pemasaran produk bahan galian.
Lemahnya pemahaman pelaku usaha PETI terhadap hukum/peraturan pertambangan.
Pelaku usaha beranggapan bahwa prosedur pengurusan izin usaha pertambangan melalui jalur birokrasi yang rumit dan memerlukan waktu panjang, sehingga cenderung menimbulkan biaya tinggi.
Upaya pengendalian
Dalam mengantisipasi perkembangan yang tidak terkendali dari pertambangan tanpa izin (PETI), pemerintah membuat UU 11/1967 yang berkaitan dengan upaya penghentian semua usaha pertambangan tersebut, dengan pengecualian dapat melanjutkan usahanya apabila berstatus Pertambangan Rakyat untuk bahan galian intan, dan Tambang Tradisional untuk bahan galian emas.
Perkembangan PETI mencapai tingkat yang mengkhawatirkan ketika terjadi krisis ekonomi global pada tahun 1997, ditunjukkan beragamnya bahan galian yang diusahakan terutama dari jenis-jenis yang relatif mudah dipasarkan dan karena alasan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Usaha pertambangan terhadap jenis bahan galian apapun bertujuan terutama untuk memperoleh nilai ekonomi dari bahan galian yang diusahakan. Berkaitan dengan pertambangan tanpa izin (PETI), teridentifikasi bahwa parameter utama dari konsep usaha pertambangannya adalah :
Bahan galian yang dijadikan sasaran penambangan merupakan komoditi pilihan yang tidak memerlukan teknologi penambangan yang rumit dan juga mudah dipasarkan.
Besarnya kuantitas sumber daya atau cadangan bahan galian yang ditemukan mungkin bukan menjadi faktor penentu sepanjang bahan galian tersebut memberikan harapan kelangsungan kebutuhan ekonomi khususnya para pelaku usaha pertambangan dan umumnya masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Keberadaan PETI dapat menciptakan dampak positif seperti : menciptakan lapangan kerja yang mendukung usaha pertambangan dan peningkatan ekonomi khususnya di sekitar wilayah pertambangan; meskipun berkonotasi tidak resmi atau ilegal dan tidak menjamin kesinambungan keberadaannya.
Sementara perkembangan PETI yang tidak terkendali akan menimbulkan dampak negatif, diantaranya : Kerusakan lingkungan sebagai akibat lemahnya penguasaan teknik penambangan dan pengolahan bahan galian, keterbatasan penguasaan metoda penanganan limbah tambang, lemahnya pemahaman tentang reklamas,i dan perlindungan terhadap lingkungan wilayah pertambangan.
Praktik bank gelap berbunga tinggi oleh pemilik modal ilegal, pada kasus dimana pelaku usaha PETI tidak memiliki modal dan atau kehabisan modal usaha.
Praktik monopoli perdagangan gelap, sebagai akibat penerapan sistem penanaman modal perorangan yang berorientasi kepada cara jaminan produk pertambangan sebagai alat pembayaran pinjaman modal usaha.
Pelanggaran terhadap sistem perpajakan resmi sebagai akibat penghindaran pajak penjualan produk pertambangan.
Pengabaian terhadap perlindungan kesehatan, sebagai akibat lemahnya pengetahuan tentang penggunaan zat atau bahan kimia tertentu yang mengandung racun/pencemar untuk pengolahan bahan galian tertentu (terutama logam) dan antisipasi kemungkinan pengaruhnya bagi kesehatan.
Kemungkinan gangguan keamanan, sebagai konsekwensi logis dari perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah PETI. Dengan dasar semua informasi di atas maka status usaha pertambangan tradisional (tanpa izin) seharusnya ditingkatkan menjadi usaha pertambangan skala kecil berizin resmi.
Langkah-langkah pendekatannya untuk itu :
1. Rasionalisasi, yaitu upaya untuk mengantisipasi dampak negatif dari pertambangan dengan munculnya pasar perdagangan gelap dan kerusakan lingkungan; sementara dari segi positif adalah penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat dari hasil penjualan produk pertambangan.
2. Pengaturan pengembangan pertambangan skala kecil, melalui pengujian penerapan peraturan pertambangan di daerah otonom dalam mendukung tujuan nasional. Secara keseluruhan peraturan mengakomodir penambangan bahan galian untuk tujuan komersil dan perorangan, dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan pemanfaatan bahan galian tersebut oleh pemilik lahan.
3. Peraturan tentang lingkungan. Pengajuan usaha pertambangan skala kecil harus menyertakan rencana perlindungan terhadap lingkungan dan disyahkan sebelum surat izin usaha dikeluarkan; apabila perlu mencantumkan ketentuan tentang penyisihan dana untuk penanggulangan kerusakan lingkungan dan pegenaan pajak untuk rehabilitasi daerah-daerah bekas penambangan.
3. Keselamatan kerja dan kesehatan, melalui upaya penerapan peraturan umum tentang keselamatan kerja dan penjagaan kesehatan selama melakukan usaha pertambangan.
4. Pemasaran, melalui upaya pengawasan pemerintah daerah terhadap penjualan atau izin perdagangan produk pertambangan sebagai bagian dari usaha pertambangan.
5. Penerapan sangsi terhadap pemegang izin usaha atau pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan, berkisar dari pembatalan izin usaha hingga hukuman denda/penjara.
6. Penerapan sistim pemberian izin. Berdasarkan strata atau kedalaman penambangan, pengaturan izin usaha kelompok atau asosiasi atau kemiteraan, jenis atau nama bahan galian, pemberian izin terpisah dan tunggal, sistim nasional atau otonomi.
7. Ketentuan lain yang terdiri atas lama berlaku izin usaha, luas wilayah pertambangan dan pemindahan kepemilikan.
Upaya pengalihan status PETI menjadi pertambangan skala kecil berizin resmi seyogyanya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pemberian izin dari pemerintah pusat/daerah yang melibatkan prosedur birokrasi sederhana dan biaya terjangkau, penataan kembali kemitraan usaha yang juga perlu melibatkan unsur pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sebagai penyandang dana dan penyedia peralatan penambangan, pembinaan keterampilan pelaku penambangan hingga pengawasan pemasaran produk pertambangan.
Usaha pertambangan skala kecil harus berorientasi kepada keekonomian masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah pertambangan, serta yang terpenting memberikan kontribusi kepada kepentingan pembangunan sosial ekonomi khususnya daerah otonom dan pada gilirannya berpengaruh secara nasional. (bdu)
Sumber
Buzzwords: Coal, Company, Indonesia, Pertambangan, Batubara, Coal specification, Hukum, Berita Blogger Labels: Coal, Company, Indonesia, Pertambangan, Batubara, Coal specification, Hukum, Berita 43 Things Tags: Coal, Company, Indonesia, Pertambangan, Batubara, Coal specification, Hukum, Berita LiveJournal Tags: Coal, Company, Indonesia, Pertambangan, Batubara, Coal specification, Hukum, Berita Technorati Tags: Coal, Company, Indonesia, Pertambangan, Batubara, Coal specification, Hukum, Berita
Artikel Lainnya
Kategori:
pertambangan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mobile
Artikel Islami pilihan
Hikayat
tentang tiga orang gadis bersaudara
Hikayat tentang tiga orang gadis bersaudara bagian ke 2
Ketabahan seorang wanita
hati mereka seperti hati burung
Seperti terhipnotis
Wasiat kepada para suami
Tentang maskawin didalam pernikahan
Membenci dan menghujat hukum yang di tetapkan ALLAH
7 Keajaiban yang kita lupakan
Ulama Banjar
Sultan Muhammad Seman
Tokoh Kalimantan Selatan: H. Ahmad Makkie, BA
Profile KH Idham Chalid
Hikayat tentang tiga orang gadis bersaudara bagian ke 2
Ketabahan seorang wanita
hati mereka seperti hati burung
Seperti terhipnotis
Wasiat kepada para suami
Tentang maskawin didalam pernikahan
Membenci dan menghujat hukum yang di tetapkan ALLAH
7 Keajaiban yang kita lupakan
Ulama Banjar
Sultan Muhammad Seman
Tokoh Kalimantan Selatan: H. Ahmad Makkie, BA
Profile KH Idham Chalid
Kategori
- #Daftar Isi# (1)
- 2012 (2)
- ahlak (5)
- ANDROID (1)
- aneh (1)
- angsana (1)
- anti virus (3)
- artikel gratis (13)
- artikel islami (21)
- backlink (6)
- backlink creator (7)
- balikpapan (1)
- banjarmasin (3)
- Bank Century (7)
- batubara (8)
- BBM (1)
- Berita (138)
- berita satui (6)
- blackberry (22)
- blackberry download (2)
- blogger template (5)
- blogspot tutorial (29)
- bola (1)
- Budaya (11)
- cerita artis (12)
- daftar (1)
- data (2)
- download (25)
- download film (10)
- download lagu (1)
- Ekonomi dan Bisnis (20)
- facebook login (10)
- facebook tutorial (13)
- Film (1)
- free (1)
- gadget (18)
- GIS Tutorial (1)
- global warming (1)
- gps (1)
- gratis (1)
- hacking (1)
- handphone (2)
- Harga Batubara Acuan (3)
- hiburan (3)
- Hikmah (34)
- Hukum (31)
- Indonesia (7)
- Internet (54)
- internet satellite (4)
- islam (29)
- IUP (3)
- Jakarta 2012 (1)
- kalimantan (1)
- kalimantan selatan (69)
- kaspersky (3)
- keamanan komputer (2)
- kehutanan (3)
- kelapa sawit (17)
- kesehatan (1)
- key (2)
- korupsi (1)
- Kotabaru (1)
- kpk (1)
- Kriminal (24)
- Lain-Lain (42)
- Lingkungan Hidup (32)
- link to (5)
- Listrik (2)
- live streaming (1)
- lucu (2)
- malware (1)
- mobil (1)
- mojokerto (1)
- mp3 (1)
- music (1)
- online (1)
- Opini (61)
- Pagatan (1)
- page rank checker (1)
- pantai (1)
- pemetaan (2)
- perbaikan (1)
- perkebunan (3)
- pertambangan (10)
- pertanian (1)
- Peta (1)
- Piala Dunia (4)
- Pilkada (12)
- pln (1)
- Poling Gubernur Kalimantan Selatan (5)
- polisi (2)
- Politik (46)
- Presiden (1)
- profile (2)
- Quick Count (1)
- ramadhan (9)
- Rekonsiliasi (1)
- satellite internet (1)
- satui (3)
- search engine (6)
- sejarah (3)
- sejarah satui (3)
- seo (61)
- software (40)
- Sosial (25)
- streaming (2)
- subtitle (2)
- sungai bawah laut (1)
- sungai dalam laut (1)
- susno duaji (2)
- tanah bumbu (10)
- Teknologi (32)
- tema (1)
- terorisme (1)
- theme (3)
- Tokoh (8)
- tokoh islam (2)
- trojan (1)
- tutorial (4)
- TV (2)
- ulama (1)
- unik (1)
- Update (1)
- video (1)
- virus (2)
- wayang (1)
- z (1)
Page Rank Check
Check Page Rank of your Web site pages instantly: |
This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service |
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungannya