Update dan Informasi Terbaru

JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR Achmad Rilyadi meminta pemerintah merevisi Peraturan Menteri ESDM No 17 Tahun 2010 tentang harga patokan batubara agar lebih mementingkan kepentingan konsumen domestik.


"Aturan tersebut tidak sesuai dengan semangat mendahulukan kepentingan domestik dan juga upaya mengurangi beban subsidi listrik," katanya di Jakarta, Senin (26/9).



Permen yang ditandatangani Menteri ESDM Darwin Saleh pada 23 September 2010 itu tidak mengatur secara khusus hargabatu bara buat kepentingan domestik khususnya PT PLN (Persero).
Sesuai aturan itu, harga batu bara domestik disamakan dengan ekspor yakni berdasarkan rata-rata empat indeks yakni Globa, Platts, Barlow Jonker, dan Indonesian Coal Index (ICI).
"Mestinya, harga batubara domestik tidak ditetapkan sama dengan ekspor," ujar Anggota Dewan dari Fraksi PKS yang akrab disapa Irel itu.

Menurut dia, harga batubara domestik seharusnya hanya mengacu pada ICI saja.

"Dengan memakai ICI, maka terdapat selisih harga yang lebih murah sampai lima dolar AS per ton dibandingkan harga rata-rata batubara keempat indeks tersebut," katanya.

Indeks selain ICI yakni Global, Platts, dan Barlow merupakan indeks harga batubara internasional yang umumnya lebih mahal karena biaya operasi pertambangan batu bara di luar negeri cenderung lebih tinggi dibandingkan dalam negeri.

Menurut Irel, kalau patokan ICI tersebut diterapkan pada 2012, maka dengan perkiraan kebutuhan batu bara PLN sekitar 48,1 juta ton, dapat dihemat subsidi listrik antara Rp2-3 triliun.

Pemerintah mengajukan subsidi listrik dalam RAPBN 2012 sebesar Rp45,5 triliun.

Usulan angka subsidi itu dengan asumsi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10% per 1 april 2012.

Melalui kenaikan TDL itu, pemerintah menghitung ada penghematan subsidi sebesar Rp9 triliun.

Atau, kalau tidak ada kenaikan listrik 10% di 2012, maka angka subsidiakan bertambah Rp9 triliun menjadi Rp54 triliun.(ant/hrb)

Artikel Lainnya